Monday, May 1, 2017

Defying World Chapter 35

Chapter 35

Teguhkan Pikiranmu


Tiba – tiba kota sepi yang sebelumnya mereka lewati hilang, dalam sekejap itu berganti dengan padang pasir yang di penuhi dengan serigala besar berbulu kuning, dalam sekejap mereka berdua tahu bahwa serigala besar berwarna kuning yang berada di depannya adalah binatang setan alam Panglima tahap akhir, apalagi jumlah serigala berbulu kuning didepan mereka lebih dari ratusan, semua serigala kuning terlihat menatap mereka berjalan dengan tatapan ganas.

Ekspresi Kembang Laras panik, dalam pikiranya dia berpikir, ‘bagaimana bisa dua orang pendekar Alam Prajurit melawan ratusan binatang setan Alam Panglima tahap akhir?’, ketika dia sedang panik dia melihat kearah wajah Zen Kagendra, ekspresi wajahnya masih acuh dan tidak berubah sama sekali.

Melihat ini Kembang Laras akhirnya kembali menyadari bahwa mereka sekarang berada di dalam jebakan ilusi, Zen Kagendra sama sekali tidak mengurangi kecepatan dan terus berjalan ke arah depan.



Sementara Zen Kagendra yang menggendong Kembang Laras masih terus berjalan kedepan, ratusan binatang setan yang sebelumnya hanya mengamati mereka berdua sekarang mulai berjalan mendekati mereka, meski Kembang Laras terus meyakinkan dirinya bahwa yang dilihat adalah ilusi, dia masih tidak bisa untuk membuat pikirannya tenang.

Zen Kagendra yang merasakan gerakan – gerakan kecil dari Kembang Laras yang sedang dia gendong, akhirnya berbicara,

“Jika kau takut, tutup saja matamu dan palingkan wajahmu ke arah dadaku”

Mendengar saran dari Zen Kagendra, Kembang Laras memandang wajah Zen Kagendra dengan tersenyum pahit, dia menggeleng malu lalu berbicara,

“Aku ingin, tapi aku tidak bisa, aku akan menjadi kuat, aku harus meneguhkan hati dan pikiranku”

Mendengar tanggapan Kembang Laras, Zen Kagendra hanya tersenyum acuh, dia sudah tidak mau repot-repot untuk memberikan saran lagi kepada Kembang Laras.

Zen Kagendra sudah tidak memperdulikan wanita yang dia gendong, Kembang Laras mulai menatap tajam ke depan dan meneguhkan pikiranny,a dia benar-benar menekankan pada hati dan pikirannya bahwa apa yang berada di depannya adalah ilusi.

Kkembang Laras bergumam pelan,

“Ini ilusi, serigala hanya ilusi, semuanya ilusi”

Sementara Kembang Laras masih bergumam untuk meyakinkan hati dan pikirannya, ratusan binatang setan di depannya muai mendekat kearahnya.

“Aaaaaarreeerreer”

“Aareerrgghh”

Beberapa geraman serigala berbulu kuning sudah terdengar ke telinga Zen Kagendra.

Melihat ratusan binatang setan mulai mengerumuninya Zen Kagendra bahkan tidak mengerutkan kening, dia terus berjalan ke depan dan mengabaikan geraman - geraman binatang setan.

Melihat manusia di depannya mengacuhkan mereka, beberapa serigala berbulu kuning tiba-tiba melompat ke arah Zen Kagendra.

“Sweeesssshh..”

“Swweessshh..”

Zen Kagendra tidak mengelak ataupun menangkis, dia terus berjalan ke depan sampai dengan suara cakar tajam serigala menerkam kepalanya,

“Pppuuufff”

Kembang Laras yang sebelumnya sudah meneguhkan pikirannya sudah tidak lagi menutup matanya ketika melihat serangan, ketika dia serius menatap kepala Zen Kagendra yang tertaman cakar serigala berbulu kuning ada luka robek besar yang membelah di antara matanya, dari luka itu mengalir keluar darah merah segar dan membasahi pipi Zen Kagendra lalu akhirnya menetes ke lehernya.

Tapi setelah beberapa saat, luka di kepala Zen Kagendra tiba-tiba kabur dan menjadi kabut lalu menghilang, setiap dari serigala berbulu kuning melakukan serangan terus menerus dan setiap seranganya selalu memberikan bekas luka pada tubuh Zen Kagendra.

Mulai dari tangan, kaki, lengan, pundak, punggung, kepala, semuanya tersayat oleh cakar beberapa binatang setan, tapi selalu beberapa saat kemudian, setiap luka yang di terima Zen Kagendra tiba – tiba kabur dan menjadi kabut lalu menhilang.

Ketika berpikir bagaimana biasa hal itu terjadi dia hanya menyadari bahwa jawabanya ada ‘ini ilusi’, hanya dua kata tersebut yang bisa menjawab pertanyaanya.

Tapi sementara Zen Kagendra diserang terus menerus, dia baru menyadari bahwa yang terkena serangan hanya Zen Kagendra, sementara dia yang sedang di gendong tidak pernah terkena serangan, berpikir ini Kembang Laras akhirnya berbicara,

“Bagaimana bisa hanya kau yang di serang? Sedangkan aku tidak?”

Mata Zen Kagendra sedikit melirik ke wajah Kembang Laras. Dia sedikit tersenyum dan berbicara,

“Aku menyamarkan aura tubuhmu menjadi barang, bahkan binatang setan ilusi ini tidak akan bisa mendari suaramu, meski serangan mereka palsu, tapi rasa sakitnya tetap nyata, jika gadis bodoh sepertimu terkena serangan seperti ini, kita tidak akan bisa keluar dari sini”

“Aku bukan gadis bodoh”, Kembang Laras langsung berteriak pada Zen Kagendra yang sudah selesai berbicara.

Kembang Laras yang mendengar jawaban Zen Kagendra, mulai sedikit cemas, meskipun itu hanya ilusi tapi rasa sakit yang diterima adalah nyata, dia sudah diserang oleh ratusan serigala berbulu kuning bahkan sebelumnya dia di penggal oleh kapak perampok, tapi dia sama sekali tidak berteriak sakit.

Memikirkan ini kembang Laras mengeluarkan keringat dingin, dalam fikiranya, dia berpikir seberapa teguh hati Zen Kagendra.

Sementara sebelumnya Kembang Laras dan Zen Kagendra terlibat sedikit obrolan kecil, serangan dari serigala berbulu kuning terus-menerus terjadi, tapi hujan serangan itu tidak mempengaruhi Zen Kagendra sama sekali, dia tidak mengurangi kecepatan langkah kakinya, dia terus menerobos kerumunan dengan kecepatan tetap.

120 meter, 140 meter, 160 meter, 180 meter, 200 meter, 201 meter.

Setelah Zen Kagendra berjalan 200 meter dari langkah pertama memasuki motif batik ilusi, dan melakukan langkah pertama di 201 m, tiba-tiba padang pasir yang penuh serigala berbulu kuning sebelumnya lenyap, di depan Zen Kagendra sekarang, muncul sebuah lorong gua yang di kiri kanan gua tergeletak banyak mayat manusia.



Zen Kagendra mengamati setiap mayat manusia yang tergeletak di kiri kanan gua, ia mengambil kesimpulan bahwa semua orang di gua ini mati tidak karena dibunuh oleh senjata tajam, melainkan keracunan atau bahkan hanya terjebak di dalam gua, karena pada setiap tubuh manusia itu masih utuh dan tidak terdapat bekas darah.

Tapi yang paling menarik perhatian Zen Kagendra dan Kembang Laras adalah di setiap mayat terdapat tumpukan keping emas bahkan ada beberapa kantong yang penuh berisi batu jiwa, ada juga beberapa senjata, jika diamati dengan seksama kebanyakan senjata itu adalah kelas emas, senjata kelas emas jika di jual di pasaran, harganya bisa mencapai jutaan keping emas atau setara dengan ribuan buah batu jiwa kelas rendah. tidak hanya senjata kelas emas ada juga tumpukan buku keterampilan beladiri yang berserakan diantara setiap mayat manusia.

Melihat ini mata Kembang Laras bersinar cerah, dia memandang ke arah wajah Zen Kagendra seakan mengkode untuk memungut setiap kekayaan yang sedang berserakan di depanya. Menyadari apa yang di pikirkan Kembang Laras, Zen Kagendra hanya tersenyum sinis, dia lalu mengejek, “Dasar gadis bodoh, sadarlah”.




Share:

0 komentar:

Post a Comment