Monday, May 1, 2017

Defying World Chapter 36

Chapter 36

Ular Piton Hitam

Menyadari apa yang di pikirkan Kembang Laras, Zen Kagendra hanya tersenyum sinis, dia lalu mengejek “Dasar gadis bodoh, sadarlah”.

Mendengar perkataan Zen Kagendra, Kembang Laras yang sebelumnya terpengaruh akhirnya memalingkan wajahnya dan kembali menatap ke arah harta yang berada di samping tubuh setiap mayat manusia.

Zen Kagendra melanjutkan dan berkata, “Disini masih belum ujung gua, jadi ini juga masih ilusi”.

Setelah berbicara, Zen Kagendra terus melanjutkan langkahnya dengan lancar melewati gua, ilusi kali ini tidak terdapat ancaman bahaya dan rasa sakit, hanya saja jika dia memegang harta yang berada di kiri kanan gua, dia meyakini bahwa akan ada sebuah jebakan yang terjadi pada dirinya.





220 meter, 240 meter, 270 meter, 290 meter, 300 meter, 301 meter.

Zen Kagendra terus berjalan dengan lancar dan dia sudah tiba di jarak 301 meter sejak melangkah memasuki motif batik ilusi, ketika melangkah memasuki 301 meter, gua harta yang mereka lihat langsung lenyap berubah menjadi sebuah ruang bangunan megah, dengan sekali lihat jenis interiornya dapat dikenali bahwa mereka berada dalam istana yang megah, di setiap kiri kanan ruangan terdapat ranjang yang berbaris dengan setiap ranjang terdapat sepasang pria dan wanita saling bercinta

Ilusi kali ini, tidak hanya godaan gairah pria tampan dan wanita cantik, tapi terdapat aromau bau menyengat yang memasuki hidung Kembang Laras dan Zen Kagendra.

Dengan sekali hirup Zen Kagendra mengetahui asal dari aroma tersebut,

“Sial, Afrodiak”, gumam Zen Kagendra yang masih terus berjalan.

Tiba – tiba terdengar suara Kembang Laras bergumam,

“Tuan Zen, Aku... uuhh”, Kembang Laras berbicara memandang wajah Zen Kagendra sambil membelai tanganya membelai pipi Zen Kagendra.

Menyadari bahwa Kembang Laras sudah terpengaruh oleh aroma afrodiak dan lingkungan disekitarnya, Zen Kagendra juga sudah mulai sedikit terpengaruh, tapi itu tidak berlangsung lama sampai dia akhirnya mendapat kesadarannya kembali.

Dia terus berjalan maju ke depan 330 meter 360 meter 380 meter 390 meter.

Tapi tiba-tiba terdapat sebuah ranjang mewah dapat menghalangi jalannya, seakan panjang itu tebuat untuk dirinya dan kembang Laras.

Sementara Zen Kagendra masih terus berjalan kearah ranjang, Kembang Aras terus menggeliat di gendongan Zen Kagendra, Zen Kagendra menyeringai sambil berencana untuk sedikit mengoddanya.

“Aaaahhh.. Laras aku sudah tidak tahan, maafkan aku”, Zen Kagendra berbicara sambil tersenyum.

Menanggapi perkataan Zen Kagendra, Kembang Laras dengn wajah merahnya menanggapi, “Ya, Ku mohoon”.

Selanjutnya Zen Kagendra melemparkan Kembang Karas ke ranjang di depannya, dia segera menciumi leher Kembang Laras dan mulai membisikkan gombalan setan ke telinga Kembang Laras.

“Kembang Laras, kau cantik, tubuhmu sangat indah, kau wanita yang ku idamkan”

“Laras, bahkan jika dunia bergolak aku akan selalu disampingmu, ayo terima aku”

Kemang Laras yang mendengar ini terhanyut dalam suasana, dia menggeliat dan memeluk punggung Zen Kagendra, tapi tidak lama setelah itu tiba-tiba Kembang Laras merasakan sentuhan lembut memasuki pakaiannya, sentuhan itu berawal dari bagian bajunya naik ke atas perutnya dan tiba-tiba mencengkram dada puncak gunung putih kanan miliknya,

“Ehhhmm.. eehmmm”, Kembang Laras yang sudah tidak tahan dengan sentuhan lalu mengeram sambil menggeliat.

Ketika gunung putihnya bergantian disentuh oleh tangan Zen Kagendra, Kembang Laras yang sudah lupak tentang segalanya, akhirnya hanya bisa menikmati perasaan nyaman yang sedang dialaminya sekarang.

Ketika beberapa saat Zen Kagendra asyik bermain dengan puncak gunung kembar putih Kembang Laras, Kemang Laras meraih kepala Zen Kagendra dan menatap matanya dan mata mereka saling bertatapan, Kembang Laras mengerucutkan bibirnya bersiap untuk meminta bibirnya untuk di lumat oleh bibir Zen Kagendra.

Zen Kagendra yang sedikit tertegun melihat ini akhirnya bangun dan kembali mengangkat tubuh Kembang Laras dan menempatkanya pada gendonganya.

“ahahah, maaf aku hanya bercanda”, Zen Kagendra sedikit tertawa sambil berbicara

Setelah berbicara dia tidak menghiraukan Kembang Laras yang jengkel dan marah, tapi di luar itu wajah Kembang Laras masih semerah tomat.

Kembang Laras yang masih menggeliat mendengar perkataan Zen Kagendra ini dia hanya jengkel pada hatinya dan wajahnya semakin merah, dia berbicara,

“Tuan Zen, Kau Jahaaat..”

Kembang Laras benar – benar tidak habis pikir dengan Zen Kagendra, dalam keadaan seperti itu Zen Kagendra masih menyempatkan diri untuk menggodanya dan berniat untuk mengambil keuntungan dari nya, tapi hal itu mungkin tidak bisa disalahkan sepenuhnya pada Zen kagendra, karena disamping fakta Zen Kagenda hanya menggodanya, dia juga sangat menikmati hal yang baru saja terjadi.



395 meter 398 meter 400 meter 401 meter.

Ruang istana yang sebelumnya penuh dengan gejolak gairah tiba-tiba lenyap dan berganti kembali menjadi lubang gua awal yang mereka masuki, tapi perbedaannya lubang tersebut sekarang terdapat sebuah magma yang mengalir di lantainya,.



Melihat ini Zen Kagendra mengerutkan kening sambil mengamati daerah sekeliling sebentar, ketika telah memastikan bahwa ini masih ilusi, selanjutnya kaki Zen Kagendra berjalan di atas aliran magma di depannya, terdengar suara dan aroma terbakar dari kaki Zen Kagendra, Zen Kagendra sedikit mengerutkan kening karena rasa sakit, tapi dia masih tetap melanjutkan berjalan ke ujung lubang.

Sementara kaki Zen Kagendra masih berjalan di atas aliran magma, Kembang Laras yang sebelumnya terkena oleh pengaruh afrodiak sudah mulai kembali normal, meski bajunya masih berantakan oleh ulah Zen Kagendra, kesadaranya sudah sedikit kembali dan dia menyadari bahwa Zen Kagendra yang menggendongnya sedang melangkah diatas magma.

Kembang Laras yang melihat ini langsung kaget, matanya berkaca – kaca saat memandang wajah Zen Kagendra, tapi tiba – tiba Zen Kagendra berbicara,

“Kurasa ini akan segera selesai”

Setelah mendengar perkataan Zen Kagendra, Kembang Laras menyadari bahwa ada sesuatu di depan mereka, di depan mereka berdua terdapat seekor ular piton besar besar melingkar, mulut ular itu terbuka lebar dan aliran magma mengalir ke dalam mulutnya.

Zen Kagendra terus berjalan 450 meter 470 meter 490 meter 500 meter. Tepat ketika Zen Kagendra sudah tiba di depan mulut ular piton hitam, ular besar itu menerkam kearahnya, dia membuka mulutnya lebar-lebar untuk menelan bulat - bulat setelah itu Zen Kagendra dan Kembang Laras menutup matanya dan membiarkan mulut ular besar itu dan menelan mereka ke dalam perutnya.





Share:

0 komentar:

Post a Comment