Sunday, April 30, 2017

Defying World Chapter 34

Chapter 34

Memasuki Ilusi 


Kembang Laras yang mendengar perkataan Zen Kagendra melebarkan matanya dan kaget.


Zen Kagendra terus mengamati motif batik pada dinding lubang, dia melihat pada dinding terdapat motif lingkaran – lingkaran, terlihat jelas bahwa motif batik itu adalah motif batik yang digunakan untuk jebakan ilusi.

Zen Kagendra adalah seorang pendekar kuat yang telah berenkarnasi kembali ke tubuh seorang anak laki-laki, dia jelas mengetahui jenis jenis motif batik pada umumnya, tapi meskipun kagendra adalah seorang pendekar kuat di masa lalu, bukan berarti dia mengetahui segala tentang motif batik, apalagi dunia yang sekarang dengan dunia yang lalu adalah dunia yang benar-benar berbeda, di masa lalunya dia bisa melihat seorang ahli kuat yang bisa menghancurkan daratan hanya dengan sapuan tangan, pendekar dengan kekuatan semacam kemungkinan besar bukanlah seorang pendekar yang akan hidup di dunia ini.

Meskipun begitu, cukup umum bahwa motif batik bisa digagalkan dengan cara merusak motifnya, tapi tentu saja untuk merusak motif batik tidaklah semudah untuk menghapus cat dari dinding, motif batik terbuat dari bahan-bahan khusus termasuk dari darah hewan binatang setan berkemampuan khusus dan terlihat bahwa motif batik di depannya bukanlah motif batik tingkat rendah pada dunia ini.



Menyadari ini, dia akan mencoba untuk merusak motif pada dinding di depanya, Zen kagendra berjalan beberapa langkah ke depan lalu membungkuk untuk mengusap motif batik pada dinding, tapi sayangnya tidak terjadi apapun pada motif.

Melihat bahwa tidak terjadi apapun pada motif dia mengusap gelang penyimpananya dan mengeluarkan sebuah pisau pendek, dengan pisau pendek di depanya dia mencoba mengukit garis pada motif batik untuk merusak motifnya.

Setelah beberapa kali mencoba, dia akhirnya menyadari bahwa itu sia – sia, motif batik di depanya bukanlah motif batik biasa, dan itu tidak bisa di hancurkan.

“Sepertinya tidak ada pilihan”, gumam Zen Kagendra.

Setelah bergumam, Zen Kagendra berbalik berjalan ke arah Kembang Laras dan tiba-tiba menggendongnya dengan ke dua tanganya.

Kembang Laras yang terkejut langsung berteriak,

“Apa yang kau lakukan??”, teriak Kembang Laras.

Zen Kagendra menatap wajah Kembang Laras yang berada pada dadanya, dan berbicara,

“Ini adalah motif batik ilusi, aku tidak punya cara untuk menggagakanya, tapi jika itu hanya ilusi, aku cukup yakin untuk melewatinya, sayangnya gadis bodoh sepertimu jika di biarkan berjalan masuk motif batik ini, sama saja berjalan ke penjara seumur hidup”

Setelah berbicara pada Kembang Laras, Zen Kagendra langsung melangkah maju ke depan untuk melewati motif batik ilusi.

Berjalan beberapa langkah ke depan Zen Kagendra akhirnya memasuki motif batik ilusi, 2 langkah memasuki motif batik ilusi, Zen Kagendra dan Kembang Laras melihat sebuah tragedi pembantaian yang terjadi pada sebuah kota, pada penglihatan mereka terlihat jelas ada sekelompok perampok membunuh setiap warga yang ada di kota itu, banyak mayat tergeletak di setiap tempat.

“Tooolooong tuaan, jangan bunuh aku”

“Kumohon, jangan aahh ahhh”

“Ahhh lepaskan aku, aku punya suami”

“Lepaskan anakku, kumohon, ahh”

Terdengar jeritan – jerita pria yang dibantai dan perempuan di perkosa oleh para perampok.

Melihat adegan di depannya Kembang Laras yang tidak kuat akhirnya menutup matanya dengan tanganya dan mengalihkan wajahnya ke arah dada Zen kagendra.

Sementara melihat Kembang Laras mengalihkan pandangannya dan menutup wajahnya dengan tangannya, Zen Kagendra terus berjalan kedepan dan melewati ratusan mayat yang tergeletak di tanah, ekspresi wajahnya tidak berubah sama sekali, dia masih memasang ekspresih acuh dan tidak terganggu oleh tragedi di depannya.

10 meter 20 meter 30 meter 50 meter 60 meter

Setelah berjalan terus kedepan, tiba-tiba ada seorang perampok yang menghalangi jalan Zen Kagendra, beberapa perampok itu berteriak,

“Aahahahah seorang tuan muda sedang lewat, kemarilah biarkan aku bermain denganmu”

“Oh ya turunkan perempuan itu biarakn aku bermain denganya, aahahah”

Sementara beberapa perampok mengoceh di depanya, tatapan Zen Kagendra tidak berubah, dia tidak memperlambat dan terus berjalan.

Melihat tuan muda di depanya mengacuhkanya, seorang perampok dengan kapak di tanganya marah,

“Bangsat, berani mengacuhkan kami? Mati!!”, perampok itu langsung mengayunkan kapaknya ke arah leher Zen Kagendra.

Kembang Laras sebelumnya memalingkan wajahnya dan melihat perampok yang berbicara pada Zen Kagendra dari sela – sela jari tanganya dan ketika kapak mengayun ke arah leher Zen Kagendra, dia berteriak,

“Aaaahhhh”

Kembang Laras meronta dari gendongan Zen Kagendra, mencoba untuk menangkis kapak yang meluncur ke arah leher Zen Kagendra, Sayangnya Zen Kagendra memegangnya terlalu kuat, jadi meskipun dia meronta dia tidak bisa melepaskan dari gendongan Zen Kagendra .

Ayunan kapak perampok itu sangat cepat dengan sekejap mata, kapak sudah berada beberapa milimeter dari leher Zen Kagendra,

“Puufff..”, suara kapan menembus daging.

Kembang Laras yang melihat ini menutup mulutnya dan matanya mulai berair, meski dia dan Zen Kagendra tidak berkenalan lama, tapi Zen Kagendra sudah menyelamatkannya dua kali, jadi dia sudah mendapat posisi penting di hati Kembang Laras, ketik Kembang Laras terlarut mengingat masa-masa saat bersama Zen Kagendra tiba-tiba dia menyadari bahwa Zen Kagendra masih berjalan dan tidak memperlambat sedikitpun.

Menyadari ini, dia akhirnya kembali memperhatikan lebih hati-hati ke leher dan Zen Kagendra, dia cukup kaget karena tidak melihat sedikitpun bekas goresan senjata tajam atau kapak pada leher Zen Kagendra.

Menyadari tdak ada yang terjadi pada Zen Kagendra, Kembang Laras tersenyum lega, dia kembali melihat sekeliling dan kaget ketika tidak melihat seseorangpun yang terlibat dalam tragedi pembantaian barusan, mereka berdua hanya berjalan di antara jalan kota yang kosong.

Heran dengan peristiwa yang baru saja terjadi, Kembang Laras punya beberapa pertanyaan yang akan ditanyakan pada Zen Kagendra, tapi ketika dia menatap wajah Zen Kagendra dan akan bersuara, dia menelan kembali keinginanya untuk bertanya, karena dia mulai mengerti bahwa sekarang mereka berdua sedang berhalusinasi.



70 meter 80 meter 90 meter 100 meter

Tiba – tiba kota sepi yang sebelumnya mereka lewati hilang, dalam sekejap itu berganti dengan padang pasir yang di penuhi dengan serigala besar berbulu kuning, dalam sekejap mereka berdua tahu bahwa serigala besar berwarna kuning yang berada di depannya adalah binatang setan alam Panglima tahap akhir, apalagi jumlah serigala berbulu kuning didepan mereka lebih dari ratusan, semua serigala kuning terlihat menatap mereka berjalan dengan tatapan ganas. 





Share:

2 comments: