Sunday, April 16, 2017

Defying World Chapter 7

Chapter 7

Memasuki Gunung Penanggungan


Malam telah usai dan sinar matahari telah menyinari wilayah kerajaan Zen, penduduk kerajaan Zen sudah memulai aktifitas seperti biasa tapi hari ini sedikit berbeda, rumor tentang kejadian di istana kerajaan Zen yang melibatkan Zen Kagendra menjadi topik hangat pembicaraan pagi ini.

Rumor di mulai dari para petinggi para tamu istana kerajaan Zen, mereka menceritakanya pada anaknya dan orang terdekatnya, lalu rumor itu melewati para pelayan kerajaan Zen dan akhirnya meluas menjadi sarapan hangat pembicaraan pagi ini di wilayah kerajaan Zen.

“Hei hei, Tuan Muda Zen Kagendra begitu muda tapi dia sudah begitu kuat”

“Iya kau benar, umurnya baru 7 tahun saat tadi malam tapi dia sudah membuat situasi yang sensasional seperti ini”

“Hei kau tau nama yang di tampar Tuan Muda Zen Kagendra?”

“Aku dengar namanya Wi Gupi dia merupakan Alam Dasar tingkar 8 dan masih kalah hanya dengan satu tamparan”

Sementara orang-orang terus menyebarkan berita dari mulut ke mulut, rombongan Zen Kagendra melewati mereka, Zen Kagendra memasang telinganya untuk mendengar pebicaraan para penduduk tapi dia hanya tersenyum kecut dan segera mengalihkan pandanganya ke depan.

Rombongan Zen Kagendra terdiri dari dua puluh dua orang, dua di antaranya adalah Zen Kagendra dan Arya Mayang, lima diantarana adalah pendekar dengan tingkat kultivasi Alam Prajurit tingat 10 puncak sedangkan sisanya adalah pendekar Alam Prajurit dengan tingkat yang bervariasi, kebanyakan adalah Alam Prajurit tingkat awal antara tingkat 1 sampai 3.

Mereka berjalan kaki dan beberapa pengawal membawa perlengkapan tenda kemah, mereka menggunakan pakaian yang membaur dengan masyarakat agar tidak menarik mata keriuhan saat perjalanan.

Setelah beberapa saat perjalanan mereka sudah di depan jalan masuk gunung penanggungan tapi saat itu Zen Kagendra tiba – tiba berjalan ke depan dan berbalik berbicara pada rombongan



“Aku akan berbicara beberapa kondisi”

“Saat kita memasuki gunung, akan ada bahaya serangan dari binatang setan, ingatlah jangan menyerang binatangan dengan membabi buta karena kita tidak sedang tidak pembataian dan ketika kita kembali aku akan memberi kalia masing –masing seribu keping emas, apaj ada pertanyaan?” Zen Kagendra menyelesaikan pidatonya

Meski dia baru berusia 7 tahun tapi karena dia adalah Tuan Muda Kerajaan Zen setiap pengawal tidak pernah mempertanyakan posisinya untuk berbicara dan mengontrol rombongan.

Zen Kagendra melihat rombongan dan tersenyum “Jika tidak ada pertanyaan mari kita mulai masuk gunung”

Rombongan mulai melangkah memasuki gunung hawa gunung yang sedikit gunung makin merangsang kewaspadaan rombongan, mereka semua tidak berani lengkah karena taruhanya adalah nyawa.

Satu hari dengan cepat berlalu saat para rombongan berhenti untuk berkemah, ada 6 tenda yang didirikan masing – masing tenda di gunakan 4 pengawal yang sedang beristirahat, sedangkat satu tenda yang elegan di gunakan oleh dua orang yaitu Zen Kagendra dan Arya Mayang.

Arya Mayang wajahnya merah semerah tomat memikirkan dia akan tidur di satu tenda dengan Zen Kagendra.

“Saudara perempuan Arya Mayang, kita tidur satu tenda apa itu dorongan dari ayah?”

Zen Kagendra menatap Arya Mayang bertanya, tentu pertanyaan itu di dasari oleh fakta karena sebelum mereka berangkat perjalanan, Raja Zen Kuntara memanggil Arya Mayang secara pribadi untuk memilih tenda ke gudang penyimpanan.

Arya Mayang memandang wajah Zen Kagendra dan mengangguk “Enm, ini di atur paman”

Setelah mendengar jawaban Arya Mayang, Zen Kagendra menghembuskan nafas panjang “Aku akan membuat ini jelas, aku tidak tertarik dengan cinta atau perjodohan atau hal – hal sulit yang di inginkan ayahku”

Setelah mendengar kata – kata Zen Kagendra, mata Arya Mayang merah dia merasakatan sakit, meski dia belum menyukai Zen Kagendra dia masih mengangguminya dan sebagai anak perempuan yang menginjak usia percintaan dia sedikit berharap dengan dukungan Zen Kuntara dia mungkin bisa bersama Zen Kagendra

Arya Mayang terdiam sejenak “Aku mengerti, tapi kenapa kau mengatakanya? Apa aku tidak pantas?” Arya Mayang berbicara tapi wajahnya tidak berani memandang Zen Kagendra

Zen Kagendra sedikit tersenyum memandang Arya Mayang “Ini bukan masalah pantas tidak pantas, tapi entah kenapa aku tidak tertarik pada cinta mungkin aku masih terlalu bocah atau mungkin saja aku hanya ingin menjadi kuat, alasanya tidak pasti” Zen Kagendra berbicara sambil mengusap-usap rambut hitam Arya Mayang.

Pada kenyataanya tidak saja dia menolak seorang wanita yang bisa dikatakan sudah mennyukainya tapi dia sudah menolak seorang wanita yang kecantikanya bisa membuat ribuan mata lelaki iri menginginkanya, Zen Kagendra tersenyum kecut saat memikirkanya.

Setelah mendengar Zen Kagendra berbicara Arya Mayang masih menahan luka di hatinya tapi dia lega, memang Zen Kagendra menolaknya tapi itu hanya karena dia ingin menjadi kuat, alasan ini bisa diterima untuk sekarang dan masih ada kesempatan pada masa depan, sejujurnya dia masih mendapatkan secercah harapan.

Hanya saya tolakan dari Zen Kagendra berarti dia tidak harus terlalu intim denganya dan tidak sudah menganggap dia sebagai suami masa depanya, hanya itu yang ditangkap Arya Mayang dari perkataan Zen Kagendra.

“Sudahlah mari istirahat, kita akan melanjutkan perjalanan besok, aku harap kau hati – hati” Zen Kagendra berbicara dengan penuh makna

Mendengar Zen Kagendra mata Arya Mayang berkelebat menatap Zen Kagendra “Apa maksudmu?”

Zen Kagendra memalingkan wajahnya dari tatapan Arya Mayang dan memandang ke sudut yang berbeda sebentar lalu kembali menatap Arya Mayang “Tentang buah apel perak menurut informasi dari paman Arya Prabu letaknya beberapa kilometer dari sini bukan?”

“Enm memang letak beberapa kilometer dari sini, lalu?” Arya Mayang menangguk

“Begini, tentang petinggi Wi Harja dan Wi Gupi yang kemarin aku mendengar bahwa mereka sebenarnya tidak berdua tapi mereka bersama rombongan berisi empat sampai lima orang termasuk mereka, maka dugaanku mereka juga akan mengincar buah apel perak agar Wi Gupi agar membantu Wi Gupi mencapai puncak Alam Dasar secepatnya” Zen Kagendra menjelaskan “Ya ini hanya baru dugaanku tapi aku rasa 50% dugaanku benar”

Melihat Arya Mayang yang mulai cemas “Tenang saja mereka hanya beberapa orang dan kita lebih banyak, tapi tentu saja selalu ada hal – hal tida terduga dalam pertempuran”

Selesai mendengar Zen Kagendra berbicara “Kenapa kau bisa begitu tenang apa kau sudah punya persiapan?” Arya Mayang menatap Zen Kagendra dengan wajah yang masih cemas tentang situasi.

“Persiapan yah? Ahahah aku memang punya tapi persiapanku tidak terlalu penting” Zen Kagendra masih memandan Arya dan melanjutkan berbicara “Pokoknya mari kita istirahat agar kita mempunyai energi untuk besok”

Persiapan yang di katakan Zen Kagendra hanya mengacu pada cincin, pedang dan 30 pisau yang di berikan ayahnya tadi pagi, meski hanya beberapa barang sepele tapi dengan pengalaman pertempuranya dia cukup yakin dengan kekuatanya.

“Enm” Arya Mayang mengangguk dan segera membaringkan tubuhnya dan mulai menutup mata, karena tentang masalah Wi Gupi dan rombonganya dia sudah lupa tentang rasa malunya yang tidur satu tenda. Melihat Arya Mayang berusaha tidur, Zen Kagendra juga membaringkan tubuhnya dan segera menutup matanya, seperti biasa dia tidur dan menyisakan 5% kesadaranya untuk berjaga – jaga, dia melakukan ini karena selain ini di hutan tapi dia menganggap bahwa dalam kehidupan akan selalu ada hal tak terduga dan dia bisa selalu siap.




Share: