Sunday, April 30, 2017

Defying World Chapter 33

Chapter 33

Jangan Mengintip


Setelah berjalan kembali 1500 meter, Zen Kagendra mulai membersihkan daerah sekitar untuk tidur, dia juga mengeluarkan sebuah tubuh Serigala yang akan digunakan untuk menyalakan api.

Bagian tubuh binatang buas sangatlah kuat meskipun dibakar oleh api, itu tidak akan mudah hangus, untuk tubuh binatang setan yang dikeluarkan oleh Zen Kagendra adalah serigala dengan tinggi 2 meter dan panjang 3 meter, jika itu digunakan sebagai bahan bakar menyalakan api unggun maka butuh waktu 8 sampai 10 jam sampai benar-benar hangus.

Zen Kagendra tidak kekurangan tubuh binatang setan, oleh karena itu cukup wajar untuk menggunakan tubuh binatang setan sebagai bahan bakar menyalakan api unggun, selain tubuh serigala, dia juga mengeluarkan tubuh kuda bersisik sebagai makanan utama malam ini.

Daging kuda bersisik sangatlah enak, meskipun tidak ditumbuhi rasanya masih cukup enak, Zen kagendra dan Kemang Laras makan malam bersama di dalam area lubang.

Sementara Zen Kagendra dan Kembang Laras sedikit mengobrol, di antara obrolan itu Kembang Laras menanyakan tentang luka pada lengan kiri Zen Kagendra, Zen Kagendra tentu saja menjawab dengan acuh karena luka luar tidak membutuhkan waktu lama untuk benar-benar sembuh.

Mendengar ini kembang Laras yang sebelumnya sedikit khawatir akhirnya lega, setelah obrolan-obrolan kecil, Kembang Laras berjalan memilih tempat untuk tidur, saat akan membaringkan tubuhnya dia menatap Zen Kagendra dan berbicara,

“Jangan mencoba mencuri keuntungan dariku, aku akan membencimu ketika kau menceoba melecehkanku pada saat aku tidur”, selesai berbicara Kembang Laras lalu membalik tubuhnya dan memejamkan mata.

Zen Kagendra tidak perduli dan tidak terganggu oleh perkataan Kembang Laras, dengan ekspresi acuhnya dia juga berjalan memilih daerah untuk istirahat.

Setelah menemukan daerah bersih di sekitar Kembang Laras, Zen Kagendra mulai beristirahat, tapi istirahat malam ini adalah dengan bersemedi sambil mengoperasikan Naga Api Emas.



Zen Kagendra segera duduk dengan posisi bersemedi dan mengoperasikan Naga Api Emas, dengan cepat energi alam di sekitar tersedot masuk ke dalam tubuhnya, energi yang masuk mulai di rubah menjadi energi berwarna emas oleh metode kultivasi Naga Api Emas, setelah energi berubah warna, Zen Kagendra mulai menggunakanya untuk merekonstruksi tubuhnya, tentu saja yang dia memfokuskan terlebih dahulu untuk memulihkan luka pada lengan kirinya.



Pagi hari akhirnya tiba, hanya sedikit cahaya mengintip dari cakrawala timur, sedikit demi sedikit sinar matahari menembus kegelapan sebelum fajar menyingsing, melintasi pegunungan dan samudra, akhirnya mengintip sedikit dari mulut gua tempat Zen Kagendra dan Kembang Laras bermalam.

Kembang Laras perlahan membuka matanya dia tertidur dengan pulas dan mempercayakan semua situasi pada Zen Kagendra, meski sebelum dia tertidur dia sedikit berbicara untuk memperingatkan Zen Kagendra, faktanya adalah dia sangat mempercayainya.

Setelah perlahan membuka matanya, yang pertama kali dilakukan Kembang Laras adalah duduk dan melihat sekitar, ketika melihat daerah sekitarnya dia menyadari bahwa Zen Kagendra sedang duduk bermeditasi dan tubuhnya sedang diselimuti energi emas.

Melihat ini Kembang Laras mengamatinya dengan serius, dia sedikit berpikir dalam pikirnya bahwa energi emas di sekitar tubuh Zen Kagendra terlihat sangat kental dan dari auranya bisa dijelaskan dalam satu tatapan bahwa itu adalah energi yang sangat kuat pada tingkat yang sama.

Menyadari bahwa Kembang Laras yang sudah terbangun sedang mengamatinya, Zen Kagendra segera menghentikan pengoperasian naga api emas, dia juga perlahan membuka mata dan menatap kearah Kembang Laras.

“Karena kau sudah bangun, ayo berangkat”

Zen Kagendra berbicara dengan acuh dan segera berdiri, tapi ketika melihat Zen Kagendra yang tiba – tiba mengajak cepat – cepat berangkat, Kembang Laras tersentak kaget,

“Tunggu – tunggu, beri aku lima menit aku ingin merapikan pakaianku”

Kembang Laras adalah seorang perempuan, jadi cukup wajar ketika terbangun dari tidurnya dia ingin sedikit merapikan pakaiannya, untuk seorang wanita penampilan adalah segalanya, maka dari itu menunda keberangkatan beberapa menit bukanlah hal yang bisa dibandingkan.

Mendengar permintaan Kembang Laras, Zen Kagendra menjawab dengan wajah acuhnya, “Baik, cepatlah”

Setelah mendengar tanggapan dari Zen Kagendra, Kembang Laras tersenyum dan berbicara, “Tuan Zen, bisakah kau berjalan kesana dan tidak mengintip”

Mendengar perkataan Kembang Laras, Zen Kagendra berbalik berjalan beberapa langkah ke arah bagian dalam lubang, dia memunggungi Kembang Laras dan tidak berniat sedikitpun untuk mengintip.

Melihat Zen Kagendra yang patuh dan tidak menatap ke arahnyam Kembang Laras cepat-cepat untuk merapikan pakaian dan penampilannya, setelah beberapa menit dia akhirnya selesai dan berjalan ke arah Zen Kagendra lalu berbicara,

“Selesai, terimakasih telah menunggu”, saat berbicara dia memandang wajah Zen Kagendra dan tersenyum manis.

Mendengar Kembang Laras berbicara, Zen Kagendra bahkan tidak repot – repot untuk menatap wajahnya, dia hanya berbicara acuh dan berjalan ke dalam lubang,

“Ayo berangkat”

Kembang Laras yang melihat respon Zen Kagendra sedikit cemberut, dia adalah seorang perempuan, dia berpikir untuk seorang laki – laki di depan perempuan harusnya berbicara manis dan tidak mengacuhkanya, tapi sayangnya Zen Kagendra tidak melakukanya.

Tidak mau terlarut dalam pikiranya, Kembang Laras juga segera menyusul Zen Kagendra yang sudah beberapa langkah di depanya.



100 meter, 200 meter, 300 meter, 400 meter, 1 kilometer, 2 kilometer

Sementara mereka berjalan, hanya tinggal 500 meter lagi sampai tiba di ujung lubang, tapi tiba – tiba Zen Kagendra menghentikan langkahnya dan berteriak,

“Berhenti, jangan bergerak”

Mendengar teriakan tiba – tiba Zen Kagendra, Kembang Laras terkaget dan langsung menghentikan langkah kakinyanya, dia tepat berhenti di belakang Zen Kagendra, dia yang masih kaget menatap Zen Kagendra dengan ekspresi bingung, dia ingin berbicara tapi memikirkan lagi teriakan Zen Kagendra, Kembang Laras menelan suaranya.

Sementara Kembang Laras yang masih terkaget dan bingung menatap Zen Kagendra dari belakang, Zen Kagendra yang berada di depan mengerutkan keningnya saat mengamati bagian dinding lubang di depannya, dia berkata pelan,

“Ini.. sebuah motif batik? Motif batik untuk jebakan ilusi?” Kembang Laras yang mendengar perkataan Zen Kagendra melebarkan matanya dan kaget.





Share:

0 komentar:

Post a Comment