Saturday, April 29, 2017

Defying World Chapter 30

Chapter 30

Tak Terbayangkan


Ketika mulut singa terbuka dan menggeram karena rasa sakit, ada dua bola abu - abu yang tiba – tiba terbang masuk ke dalam mulut singa.

Ketika dua pola abu-abu sukses masuk ke dalam mulut singa, bola itu langsung meledak,

"Boooomm"

Kepala singa bertaring panjang yang membuka mulutnya langsung meledak berceceran di depan kembang Laras.

Kedua bola itu adalah bola bom yang sebelumnya diberikan oleh Zen kagendra kepada Kembang Laras untuk meledakan tubuh binatang setan dari dalam.

Ketika melihat kepala singa bertaring panjang di depannya sudah hancur berceceran ekspresi kembang Laras menyeringai, hanya tinggal satu singa bertaring panjang dan itu sangat membantu Zen Kagendra.

Saat mendengar suara ledakan bahkan Zen Kagendra tidak menoleh ke asal suara, dia masih terus menatap tajam pada tubuh singa bertaring panjang di depannya.

Sementara Zen Kagendra tidak terganggu dengan suara ledakan yang baru saja terjadi, dia langsung menggunakan keterampilan Bayangan Hantu untuk menyerang singa mata satu di depannya, dia menebaskan pedangnya ke arah telinga singa untuk membuka sedikit celah.

“Diing..”

“Diing..”

“Diing..”

Tiga suara tebasan pedang terdengar menghantam kepala singa.

Pedang Zen kagendra menabrak keras ke kepala singa mata satu, dengan serangan pedangnya Zen Kagendra berhasil membuat singa mata satu mundur satu langkah.

Melihat musuhnya tidak sedikitpun mengurangi intensitas serangan walaupun sudah terluka, singa mata satu yang tersisa sudah tidak memiliki kesempatan untuk membalas.

Meskipun binatang setan bukanlah makhluk yang sangat cerdas, tapi mereka mempunyai insting yang kuat, melihat bahwa tidak ada kemungkinan untuk memenangkan pertempuran, singa itu mundur ke belakang dan bersiap kabur.



Tapi bagaimana bisa Zen Kagendra yang sudah dalam mode tempur melihat lawan yang telah melukainya kabur, dia langsung menggunakan keterampilan Bayangan Hantu untuk mencegah singa kabur lebih jauh.

Dengan keterampilan Bayangan hantu hanya butuh kurang dari 1 detik untuk Zen Kagendra berada di depan singa, melihat Zen Kagendra sudah berada di depannya, singa yang sudah tidak berniat bertarung segera mempercepat kecepatan dan menggunakan rahangnya untuk membuat Zen Kagendra menghindar.

Tapi ketika Zen Kagendra melihat singa yang membuka rahangnya berlari ke arahnya dia malah tidak berpikir untuk menghindar, dia mengusap gelang penyimpanannya dan melempar kan lima pisau pendek ke arah singa.

“Swwooosshh...”

“Swwooosshh...”

“Swwooosshh...”

“Swwooosshh...”

Lima pisau melesat ke arah singa bertaring panjang, dua pisau terbang ke arah ke dua mata singa dan tiga sisanya mengarah langsung ke tengah rahang singa yang sedang terbuka.

Setelah melempar ke lima pisau, Zen kagendra langsung berakselerasi menggunakan Bayangan Hantu untuk menyerang kepala singa dengan tebasan pedang, menggunakan kaki kanannya sebagai pusat dorongan kecepatan sementara tangan kananya menggenggam pedang dengan erat.

“Ppuufff...”

“Ppuuufff...”

“Ppuuufff...”

“Diiing...”

“Diiing...”

Pisau yang mengarah ke kedua mata singa sukses menembus mata singa, satu pisau yang mengarah ke rahang singa menusuk rahang bagian atas, sementara dua pisau yang juga yang mengarah ke rahang singa membentur taring dan terpental.

Akibat 3 serangan pisau yang menusuk bagian tubuhnya, singa bertaring panjang langsung berhenti berlari dan melompat ke samping.

Singa bertaring panjang yang merasakan rasa sakit akibat serangan pisau, kesakitan dan menggeram,

“Aaaareeeerr....”

Sayang serangan pada singa tidak berhenti di situ, Zen Kagendra teah tiba di depan singa dan menebas kepala singa secara vertikal ke bawah,

“Diiinnnngg..”, kepala singa yang bertabrakan dengan pedang, jatuh ke bawah.

Selanjutnya sebelum kepala singa jatuh menyentuh tanah, kaki kanan Zen Kagendra menendangnya secara vertikal ke atas, “Baaannngg....”, kepala singa yang mendapat serangan terangkat beberapa meter ke atas.

Tidak ingin membuang waktu setelah memberikan serangan tendangan ke kepala singa, Zen Kagendra yang baru saja berpijak di tanah langsung melompat dan mengarahkan pedangnya menebas ke arah leher singa.

“Diing..”

“Diing..”

“Diing..”

Tiga suara tebasan pedang yang menabrak kulit singa yang keras menggema di sekitar lokasi pertarungan.

Zen Kagendra saat ini seakan seperti seorang dewa perang yang mengamuk, sesaat setelah dia mengirim tiga tebasan pedang pada leher singa, dia langsung menggunakan sedikit waktunya di udara untuk menyerang lagi, dalam sekejap dia langsung meberikan tiga tebasan pedang kearah leher singa lagi,

“Diing..”

“Diing..”

“Diing..”

Dengan menggunakan keterampilan Pedang Ankara keterampilan pedang bebasnya tidak memberikan batasan untuk setiap serangan.

Apalagi dengan akumulasi pengalaman tempur dari masa lalunya, membuat setiap seranganya lebih tajam dan akurat dibanding keterampilan bela diri pada kelas yang sama.

Sementara Zen Kagendra masih di udara menyerang singa, Kembang Laras yang melihat pertarungan matanya terbuka melebar bercahaya.

Setiap dia melihat Zen Kagendra bertarung, dia Jadi semakin kagum pada kemampuan Zen Kagendra, meskipun dia hidup di lingkungan perguruan pada beberapa tahun terakhir, dia belum pernah melihat seorang anak laki - laki pada tingkat yang sama bertarung dengan ketajaman serangan setingkat dengan Zen Kagendra.

Pada pikirannya dia memikirkan tentang kemampuan Zen Kagendra yang sebenarnya, sampai sekarang belum ada lawan yang bisa memaksa Zen Kagendra untuk mengeluarkan semua kemampuannya.

Perlu diketahui Zen Kagendra hanya Alam Prajurit tingkat 10 dan dia sudah mampu menang melawan tiga binatang setan Alam Panglima tahap akhir, jika kabar Ini tersebar ke masyarakat luar, bukankah akan membuat kegemparan di seluruh benua Andalas, karena seorang pendekar Alam Prajurit tingkat 10 melawan tiga binatang setan Alam Panglima tahap akhir bukanlah hal yang bahkan para jenius bisa membayangkan.

Dengan kemampuan yang sangat menakjubkan ini, Zen kagendra bisa dengan mudah menginjak-nginjak generasi muda yang disebut-sebut super jenius di benua Andalas, bahkan jika harus bertarung dengan generasi yang lebih tua, bukan hal yang tidak mungkin membuat mereka mendapat tekanan.



“Tap.. tap..”

Langkah kaki Zen Kagendra saat mendarat di tanah, Zen Kagendra yang sudah mendarat di tanah mendongak ke atas dan melihat singa bertaring panjang dalam kondisi tak berdaya akan jatuh ke tanah.

Melihat ini, Zen Kagendra segera melompat ke atas untuk menyambut tubuh singa dengan tebasan pedang,

“Ppuuuuufff...”

Sebuah serangan pedang menebas rahang singa dan memotong lurus sampai ke bagian perut singa, singa yang sudah tak berdaya langsung mati di udara.

“Buuukkk...”

Suara tubuh singa tak bernyawa jatuh ke tanah dan mengakibatkan sedikit getaran terjadi di sekitar lokasi pretempuran.

Setelah Zen Kagendra membunuh singa mata satu, Kembang Laras yang sebelumnya menonton pertarungan serius, bangun dari fokusnya.

“Tuan Zen...”

Kembang Laras berlari ke arah Zen Kagendra dengan tersenyum lebar, menanggapi suara Kembang Laraas yang menggema di telinganya, Zen Kagendra berbalik menatapnya dan sedikit tersenyum.



Share:

0 komentar:

Post a Comment