Friday, April 28, 2017

Defying World Chapter 29

Chapter 29

Pertarungan Sengit


Zen Kagendra mengangkat pedangnya dan mengarahkan tusukan pada telinga singa bertaring panjang.

“Ppuuufff...”,

Suara pedang Zen Kagendra menembus telinga salah satu singa bertaring panjang. Ketika pedang singa bertaring panjang tertembus oleh pedang, tidak hanya telinga yang mendapat serangan, tapi pedang juga menusuk bagian otak dan membuat singa bertaring panjang mati seketika.

Singa bertaring panjang yang telah tertusuk otaknya oleh pedang segera kehilangan kesadaran dan keseimbangan untuk tetap berdiri, tubuh singa itu dan akhirnya runtuh.

Otak adalah bagian penting dari setiap mahkluk hidup, kerusakan atau cidera pada otak akan secara otomatis membunuh mahkluk hidup itu dalam sekejap, hal yang sama terjadi pada singa bertaring panjang yang di bunuh oleh Zen Kagendra.

Sementara Zen Kagendra berdiri di atas mayat singa bertaring panjang dan pedangnya masih menancap di telinga singa.

Kembang Laras yang melihat dia menusukkan pedangnya ke kepala salah satu singa bertaring panjang sekarang tersenyum lebar, kematian seekor dari tiga singa bertaring panjang akan sangat mempengaruhi alur pertempuran.

Tapi kegembiraan pada wajah Kembang Laras tidak berlangsung lama dan dengan cepat berubah dengan ekspresi cemas,

“Tuan Zen, awaaass..”, suara Kembang Laras berteriak pada Zen Kagendra yang masih berdiri di atas tubuh singa bertaring panjang.

Sebenarnya Zen Kagendra sudah menyadari pergerakan yang akan menyerangnya sebelum suara Kembang Laras terdengar di telinganya, tapi kecepatan singa bertaring panjang terlalu cepat untuk refleknya.

Salah satu kaki singa bertaring panjang melakukan serangan pada tubuh Zen Kagendra, kaki singa bertaring panjang yang bercakar tajam seakan ingin untuk membelah tubuh Zen Kagendra.



Zen Kagendra segera menarik pedangnya, dia mengangkat pedangnya dan menggeser kaki kananya ke kanan untuk menangkis dan meredam serangan singa bertaring panjang.

“Diiinngg...”

Terkaman cakar singa bertaring panjang benar – benar kuat, meski sudah menangkis dan meredamnya, tubuh Zen Kagendra masih merasakan serangan kuat dari cakar singa bertaring panjang.

Tubuh Zen Kagendra mundur ke belakang untuk menstabilkan posisinya dan bersiap untuk menyerang, tapi ketika dia mundur ke belakang satu kaki dengan cakar tajam meluncurkan serangan padanya.

Pedang di tangan Zen Kagendra masih menahan serangan dari singa bertaring panjang di depanya, dia tidak memiliki waktu untuk menangkis atau menghindar dari tambahan serangan.

Mengetahui dia tidak bisa menangkis cakar yang menerkam ke arahnya, Zen Kagendra mengusap gelang penyimpanan untuk mengambil sebuah pisau pendek dan cepat melemparkanya ke arah mata singa bertaring panjang yang mendadak menyerangnya.

“Ppuufff..”, suara cakar singa bertaring panjang sukses mendaratkan serangan pada Zen Kagendra, tidak hanya bertujuan untuk memotong daging tubuh Zen Kagendra, singa bertaring panjang juga menyapu cakarnya dengan kuat.

Terkena dampak dari sapuan cakar singa bertaring panjang, Zen Kagendra yang tidak meredam serangan singa bertaring panjang segera terlempar ke belakang dan menabrak hancur beberapa pohon.

“Braaakkk...”

“Braaakkk...”

“Braaakkk...”

Suara pohon yang roboh tertembus oleh tubuh Zen Kagendra.

Meski tubuh pendekar berbobot beberapa puluh kilo saja, tapi ketika tubuhnya sudah pada Alam Prajurit, tubuh seorang pendekar akan sangat padat dan keras tidak kalah dari beberapa batu.

Apalagi tubuh Zen Kagendra juga di latih oleh 9 Dinding Tubuh Permata dan saat berkultivasi energi emas Naga Api Emas juga ikut merekonstruksi tubuhnya, jadi akan sangat wajar bahwa tubuhnya lebih kuat dan keras dari kebanyakan pendekar pada tingkat yang sama.

Zen Kagendra yang telah terlempar oleh serangan cakar singa bertaring panjang dan menabrak hancur tiga pohon, telah tergeletak di tanah dan mencoba untuk berdiri.

Tidak hanya tubuhnya tersapu beberapa puluh meter oleh cakar singa betaring panjang, pada tangan kiri Zen Kagendra juga terdapat luka potongan sepanjang 50 sampai 60 cm dengan dalamnya luka antara 2 sampai 3 cm.

Tubuh Zen Kagendra bersimbah darah yang mengalir dari luka di lengan kirinya, tapi tidak hanya Zen Kagendra yang mengalami kerugian pada serangan barusan,

“Aaaaarrreeeerrr...... Arreeeer.... Aarreeer..”

Singa bertaring panjang yang menyapu Zen Kagendra menggeram kesakitan, sebelum Zen Kagendra terlempat oleh sapuan cakar, dia sempat melemparkan satu pisau pendek ke arah mata kiri singa, dan karena singa tidak mengelak, pisau itu sukses menancap penuh di mata kiri singa.

Zen Kagendra yang sebelumnya mencoba untuk berdiri akhirnya berdiri, meski tubuhnya sedikit terhuyung – huyung dan rambutnya berantakan, tangan kananya masih erat menggenggam pedang dan tatapan matanya semakin tajam pada kedua singa bertaring tajam yang masih hidup.

Sementara itu Kembang Laras sedikit cemas ketika melihat kondisi Zen Kagendra, dia berlari ke arah Zen Kagendra karena tidak bisa menahan rasa cemasnya.

Menyadari Kembang Laras berlari ke arahnya, Zen Kagendra berbicara dingin dan matanya masih menatap tajam pada kedua singa,

“Jangan mendekat, tetaplah fokus”

Kembang Laras yang berlari ke arahnya langsung berhenti, dia terdiam sebentar lalu mengangguk.

Ketika Kembang Laras berhenti berlari ke arahnya, Zen Kagendra tersenyum dan mulai menyerang ke depan menggunakan teknik Bayangan Hantu, kecepatanya sangat cepat hanya butuh sekjap dan dia sudah mengarahkan tebasan pedangnya pada singa bertaring panjang.

“Diiinng..”

“Diiinng..”

“Diinng..”

Zen Kagendra langsung mengirimkan tiga tebasan pedang pada kepala singa betaring tajam satu mata, dia menargetkan telinga dan mata singa, meskipun mata dan telinga adalah kelemahan umum untuk semua mahkluk hidup, tapi untuk binatang setan Alam Panglima tahap akhir serangan yang tidak tepat mengenai kelemahanya, itu hanya akan menggores sekeliling bagian kelemahanya.

Sementara Zen Kagendra masih menggunakan teknik Bayangan Hantu dengan kecepatan maksimal, singa mata satu juga berusaha keras untuk menghindar, singa itu mengelak ke sana kemari dan mengkolaborasikan cakarnya untuk menangkis serangan pedang yang datang ke arahnya.

Tapi bagaimana bisa salah satu singa bertaring tajam lainya diam saja melihat singa mata satu di serang beruntun oleh Zen Kagendra, singa bertaring tajam lainya juga menyerang Zen Kagendra yang terlihat fokus menyerang singa mata satu.

Memang terlihat seolah Zen Kagendra fokus hanya menyerang singa mata satu, tapi dia juga terus memperhatikan gerakan singa lainya.



Jadi ketika singa lain melakukan gerakan untuk menerkamnya dengan gigitan, Zen Kagendra sedikit tersenyum, dia melompat ke arah kepala singa mata satu untuk menghindari serangan gigitan singa lain.

Ketika Zen Kagendra melihat kepala singa lain yang mencoba menggigitnya sejajar dengan tubuhnya, dia menggunakan kepala singa mata satu sebagai pijak dan berbalik menendang kepala singa lain.

“Baaannng”, suara tendangan yang mengakibatkan kepala singa bertaring panjang menoleh ke arah ke arah Kembang Laras sambil mulutnya terbuka.

Ketika mulur singa terbuka dan mencoba menggeram karena rasa sakit, ada dua bola abu - abu yang tiba – tiba terbang masuk ke dalam mulut singa.



Share:

0 komentar:

Post a Comment