Saturday, April 15, 2017

Defying World Chapter 3

Chapter 3

Setahun kemudian, Gunung Penanggungan


Setahun berlalu sejak Zen Kagendra terbangun ingatan kehidupannya sebelumnya, dia memfokuskan setiap hari untuk berlatih, selain makan dan tidur dia hampir tidak pernah menghabiskan waktunya untuk bermain-main selayaknya anak kecil pada umumnya.

Pada taman istana kerajaan Zen sekarang, bisa di lihat sosok anak laki-laki berkulit halus, alis yang bagai pedang yang menantang serta rambutnya yang menutupi sebagian dahinya, ditambah fitur wajah tampan dan pandangan mata sengitnya setiap orang akan mengenali siapa anak laki-laki itu.

Anak laki – laki itu adalah Zen Kagendra, umurnya hanya 7 tahun tapi postur tubuhnya sudah tegak selayaknya anak remaja tingginya sudah berubah menjadi 130 cm dan fitur wajahnya hampir mirip seorang remaja, bagi yang tak mengenalnya mungkin sudah menganggapnya sebagai remaja.

“Aku tidak bisa lanjut” Zen Kagendra bergumam

“Aku sudah pada Alam Dasar tingkat 5, Bayangan Hantu sudah pada tahap 3 puncak, 9 Dinding Tubuh Permata sudah pada tahap 3, dan untuk Pedang Ankara karena tak ada tolak ukurnya aku tak bisa memastikanya tapi aku bisa memastikan bahwa perkembanganya yang tercepat” Zen Kagendra mulai memikirkan tentang perkembangannya setahun terakhir.

Meskipun perkembanganya sangat cepat dan melampaui tidak normal untuk kultivator beladiri lainya, tapi dia masih tidak puas karena pada dasarnya ini bukanlah standartnya.

“Aku harus pergi untuk pertempuran, pelatihan tertutup sendiri terlalu lambat”

“Aku sudah menunggu selama satu tahun hingga upacara tujuh tahun dan aku bisa keluar istana, jika tidak karena ini aku sudah keluar istana setiap hari” suaranya terdengar menyesal tapi dia tidak bisa berbuat apapun tentang itu, dia tidak ingin membuat keributan. Karena di dunia ini tidak akan pernah ada anak berumur 7 tahun untuk bertempur.

Hari ini adalah hari ulang tahun Zen Kagendra dan perayaanya akan diadakan di bangunan utama istana kerajaan nanti malam, para pelayan sudah sibuk mempersiapkan segala hal mulai dari kemarin di kota pun keramaian sudah terjadi. Memikirkan ini Zen Kagendra sudah membuat tekatnya untuk perjalanan keluar dari istana kerajaan.

“Aku harus menemui ayah dan menyampaikan keinginanku” suara kagendra lirih

Dia mulai melangkah menuju halaman kediaman Raja, halaman Zen Kuranta dan halaman kediaman Zen Kagendra tidak terpisah jauh, karena masih dalam lingkup inti istana kerajaan tentu saja tidak lama untuk mencapai halaman kediaman Raja.

Setelah beberapa menit berjalan Zen Kagendra sudah melihat halaman kediaman Raja, dia sedikit mengamati situasi dan mendengarkan suara berisik dari taman kediaman Raja, Setelah menoleh dia melihat ayahnya Zen Kagendra sedang tertawa bersama pria paruh baya.

Pria paruh baya ini wajahnya sedikit tampan meski bukan orang yang sangat tampan dia masih sangat berkelas, pakainya merupakan pakaian bangsawan dan tidak mungkin petinggi biasa bisa memakai pakaian sekelas yang dia gunakan, di sebelahnya ada seorang wanita remaja berusia sekitar 10 tahun yang tersenyum mendengarkan tawa pria paruh baya dan Zen Kuranta.

Ketika Zen Kagendra mendekati taman wanita itu pun menoleh dan memandang Zen Kagendra sejenak lalu berkata “Paman Zen Kuntara sepertinya ada yang datang” wanita itu tersenyum manis dan masih memandang Zen Kagendra.

Pria paruh baya dan ayahnya Zen Kuntara segera berhenti tertawa dan memandang ke arah Zen Kagendra yang melangkah ke arah mereka.

Zen Kuntara seegera memanggil Zen Kagendra “Bagus baru saja aku akan memanggilmu, Kagendra kemari duduk bersama kami, ayo ayah kenalkan pada paman Arya” Zen kuntara benar benar tersenyum dan tak bisa menyembunyikan ekspresi senangnya.

“Baik” Zen Kagendra mengangguk dan segera duduk di kursi batu taman

Pada saat ini semua mata sedang tertuju padanya terutama pria paruh baya di depanya dia teliti mengamatinya, agak sedikit membuat Zen Kagendra tidak nyaman.

Zen Kuntara melihat Zen Kagendra dengan tersenyum lalu dia mulai berbicara “Kagendra ini teman lama ayah dia bernama Arya Prabu dan disebelahnya adalah putrinya dia baru berusia 10 tahun dan sudah memasuki Alam Dasar tingkat 8 namanya adalah Arya Mayang”

Kagendra melihat wanita didepanya karena dia tadi terburu – buru duduk dan tidak memperhatikan dia sekarang baru menyadari wanita di depanya sangat cantik, meskipun tidak bisa dibandingkan dengan para dewi dari cerita legenda masyarkat, wajahnya masih bisa dibandingkan dengan wanita atas dari berbagai kerajaan, tidak hanya wajahnya bahkan postur tubuhnya sangat menggoda dua bukit kelincinya yang masih dala pertumbuhan sudah menjadi salah satu daya tarik untuk lawan jenisnya.

“Salam paman Arya Prabu, salam saudara perempuan Arya Mayang” Zen Kagendra memberikan salam kepada tamu ayahnya.

Paman Arya Prabu langsung tersenyum “Aahahahah saudara Zen Kuntara anakmu terlalu sopan, dia tampan dan yang lebih menarik dia jenius, berumur 7 tahun dan tingkat kultivasinya sudah pada Alam Dasar tingkat 5 itu benar-benar mengejek langit” Paman Arya Prabu langsung mengatakan yang ada dipikiranya, awalnya dia sedikit tertegun melihat Zen Kagendra tapi akhirana kembali normal.

Zen Kuntara menoleh kearah Zen Kagendra sebentar lalu kembali menoleh ke arah Arya Prabu “Aahahah sudahlah saudara terima kasih atas pujianya, mari kita tak membuang waktu dan mulai berbicara ke inti” setelah berbicara wajah Zen Kuntara mulai agak serius.

Zen Kuntara menoleh kearah Zen Kagendra dan berbicara “Kagendra 3 bulan lagi akan ada kompetisi tiga tahunan yaitu Kompetisi Benih dan kerajaan Dharma sebagai tuan rumahnya, persyaratanya adalah umur setiap peserta harus kurang dari 10 tahun dan oleh karena umurmu dan bakatmu ayah ingin kau untuk mengikuti kompetisi tersebut dan mendapatkan sedikit kehormatan untuk kerajaan Zen dan dirimu sendiri”

Setelah berbicara dengan Zen Kagendra, Zen Kuntara sesaat menoleh ke Arya Mayang dan kembali pandanganya pada Zen Kagendra “Nah untuk itu paman Arya Prabu dan anaknya Arya Mayang datang kemari, tapi ada sedikit tambahan kecil”

Zen Kagendra terdiam sejenak mentap kearah ayahnya “tambahan kecil? Apa itu? Haruskah perhubungan dengan Kompetisi Benih?”

“Ya, kau benar.. kami kemari untuk mengajak ayahmu berkerjasama untuk mendapatkan buah apel perak yang berada di pusat pegunungan penanggungan yang berada di kerajaan Zen, sebelumnya kami mendapatkan info bila buah itu akan matang dalam beberapa hari yang akan datang” Arya Prabu menanggapi pertanyaan Zen Kagendra dengan senyum

Lalu Paman Arya Prabu melanjutkan “Buah ini pada dasarnya tidak berguna untuk kultivator di bawah Alam Panglima, maka dari itu kurang banyak yang akan memperebutkanya, apalagi sebenarnya buah ini tidak terlalu sulit di dapat tapi untuk kita akan lebih mudah mencarinya di belakang halaman rumah dari pada harus berebut dengan orang dari luar kerajaan bukan?”

“Ayah, Bagaimana situasi gunung?” tanya Zen Kagendra

Zen Kuntara menanggapi anaknya “Gunung Penanggungan hanya gunung dengan binatang iblis tingkat biasa – biasa saja yang paling kuat yang pernah terlihat adalah pada tingkat Alam Panglima tapi juga ada beberapa rumor yang mengatakan bahwa juga ada beberapa Alam Guru, untuk Alam Panglima atau yang lebih tinggi selama kita tidak menggangunya maka mereka tak akan menyerang secara brutal kecuali manusia sengaja memprovokasinya”

“Saudara, bisahkan informasi itu benar adanya? Aku sudah lama tidak mengenal buah apel perak” Zen Kuntara bertanya setengah agak ragu-ragu

Melihat temanya sedikit meragukan informasi yang di dapatkanya Arya Prabu memandangnya “Saudara Zen Kuntara tidak perlu meragukanya, meski aku tidak bisa memberi kepastian penuh setidaknya aku bisa memastikan 80% informasi tersebut” dia diam sejenak lalu melanjutkan “Bagaimana? Kita harus segera berangkat dan menyiapkan beberapa pengawal” Arya Prabu masih menujukkan senyum di wajahnya.

Menanggapi keyakinan temannya Zen Kuntara langsung lega “Baiklah, aku akan segera menyiapkan pengawal tapi saudara Arya Prabu harus tahu bahwa Alam kultivasi yang lebih tinggi dari Alam Prajurit tidak diperbolehkan masuk gunung, jika tidak itu akan mengundang perhatian dari binatang tingkat Alam Panglima atau diatas untuk menyerang, aku takut seranganya tak hanya akan berhenti pada para pendaki, tapi juga akan menyerang kerajaan”

“Baiklah tidak apa-apa aku akan menunggu bersamamu disini, hanya siapkan dua puluh Alam prajurit dan setidaknya lima diantaranya harus Alam Prajurit Puncak untuk mengawal mereka berdua” Arya Prabu menanggapi perkataan Zen Kuntara

Zen Kuntara tersenyum “Tentu saja itu bisa, besok pagi mereka akan berangkat, dan untuk hari ini saudara Arya bisa menginap di istana kami, aku akan menyuruh pelayan untuk menyiapkan kamar” Setelah pembicaraan inti tentang buah apel perak dan kompetisi benih sisanya hanya obrolan – obrolan masa lalu antara pria paruh baya, tentu saja itu hanya akan menarik antara paman Arya Prabu dan Ayahnya Zen Kuntara, kedua anak Zen Kagendra dan Arya Mayang tidak terlalu perduli tentang pembicaraan mereka. Apalagi tujuan Zen Kagendra untuk keluar dari istana melakukan perjalanan ke gunung sudah tercapai, walau itu diluar dugaan dengan pengawal tapi itu masih cukup baik dari pada tidak.

Share: