Tuesday, April 25, 2017

Defying World Chapter 24


Chapter 24

Kesempatan Main di Sungai


Kembang Laras yang mendengar suara Zen Kagendra, menjawab dengan mata cerah.

“Tingkat kultivasi petinggi Adi Hamsi berada pada Alam Guru tingkat 7, apakah tuan ingin membantu?

Melihat mata Kembang Laras berbinar – binar, Zen Kagendra hanya tersenyum dan menggeleng, lalu dia berkata,

“Aku hanya bertanya, jangan mencoba untuk memintaku melakukan hal – hal yang merepotkan”

Setelah mendengar jawaban Zen Kagendra, mata Kembang Laras yang sebelumnya berbinar – binar sekarang kembali menghadap bawah, dia menunduk lesu.

Tapi setelah menunduk beberapa saat, Kembang Laras kembali menatap Zen Kagendra,

“Tuan, jika aku memintamu untuk membantu menjagaku menemukan warisan nenek moyang keluarga Kembang di lapisan tengah gunung kelud, apa tuan bersedia?”

Kembang Laras bertanya dengan wajah penuh harap, untuk memasuki lapisan tengah gunung kelud dengan kekuatanya adalah hal yang sangat sulit, jika saja dia bisa membujuk Zen Kagendra untuk membantunya menemukan warisan nenek moyang keluarga Kembang, itu akan menjadi bantuan yang bagus.

Menanggapi sekali lagi permintaan Kembang Laras, Zen Kagendra hanya menatap ke arahnya dengan acuh, tapi sebelum Zen Kagendra berbicara, Kembang Laras sudah melanjutkan kalimatnya,

“Tentu saja tidak gratis, jika itu berubah beberapa barang, aku akan membiarkan tuan mengambil satu barang yang paling tuan suka, jika itu hanya satu barang, aku akan memberi tuan kompensasi dari tabunganku, dan jika itu hal – hal lain pasti kita bisa berdiskusi”, Kembang Laras berbicara dengan suara yang memikat, dia wanita yang energik dan riang ketika ingin membujuk seseorang.
 

Zen Kagendra merenungkan sebentar, lalu dia memasang wajah tersenyum dan berbicara, “Aku memang akan memasuki lapisan tengah lusa, jadi tidak masalah dengan permintaanmu itu hanya bisa di hitung mampir, tapi pertama aku akan meminta DP satu hal”

Mendengar jawaban Zen Kagendra, Kembang Laras tersenyum lebar dan dia bertanya, “Apa DP satu hal itu?”

“Namaku Zen Kagendra, kau bisa memanggilku ‘tuan Zen’ ”, Zen Kagendra menjawab dengan suara acuh

“Kau tidak ingin aku memanggilmu tanpa kata ‘tuan’?, Kembang Laras kembali bertanya.

“Kau lugu, manis, cantik, tubuhmu juga bagus, tapi sayangnya kau bodoh, ya benar, gadis yang bodoh, jadi kau tidak layak”, mengatakan memuji sambil menghina wajah Zen Kagendra tidak memunculkan ekspresi apapun

Awalnya mendengar pujian Zen Kagendra, Kembang Laras tersenyum, tapi setelah mendengar kalimatnya dia cemberut menggerutu,

“Aku tidak bodoh”, setelah mengatakanya, Kembang Laras bangun dan berjalan ke gua.

Tapi setelah dua langkah, Zen Kagendra kembali berkata,

“Gadis bodoh, kau berhutang tubuh padaku”

Mendengar ini, Kembang Laras yang awalnya fokus meloncat di antara batuan basah di tengah sungai untuk menuju tepi sungai terpeleset dan berteriak,

“AAAhhhh”, teria Kembang Laras

Teriakan Kembang Laras terdengar ke telinga Zen Kagendra, dia cepat menoleh ke asal suara dan reflek meloncat untuk menyelamatkan Kembang Laras.

Gerakan Zen Kagendra sangat cepat, meski melompat tiba – tiba tapi lompatanya sangat kuat, setelah berlatih di hutan selama dua tahun, otot – otot tubuh Zen Kagendra sudah terbentuk menjadi otot tubuh seorang petarung.

Tidak hanya tubuhnya, refleknya juga sangat cepat, sudah beberapa kali Zen Kagendra di sergap oleh binatang setan yang lapar, jadi dia sudah terbiasa untuk reflek yang tia – tiba, karena jika dia sekali gagal, maka akibatnya adalah kematian.

Ketika melompat ke arah Kembang Laras, Zen Kagendra segera memegang lengan kanan Kembang Laras dan menariknya, tubuh Kembang Laras yang tertarik oleh tangan Zen Kagendra, segera bergerak menuju pelukan Zen Kagendra.

Meski Zen Kagendra baru berusia sepuluh tahun tapi tubuhnya sudah sangat gagah, untuk orang seumuranya, jadi apalagi Kembang Laras yang hanya seorang wanita tanpa latihan tubuh, itu hanya seperti menarik bantal kapuk ke arah pelukanya, tidak masalah sama sekali untuk Zen Kagendra.

Setelah menangkap Kembang Laras di pelukanya, Zen Kagendra mendarat dan menginjak batu licin yang sedikit miring di dekatnya.

Melihat dia ada di pelukan Zen Kagendra, Kembang Laras hanya diam dengan wajah merah, sebelumnya dia tidak pernah mempunyai hubungan khusus dengan anak laki – laki.

Jadi apalagi di peluk, bahkan berdekatan dengan seorang anak laki – laki merupakan hal yang langka untuknya, maka dari itu ini adalah pertama kalinya dia mengalami di peluk oleh seorang anak laki – laki.

Tapi setelah terkesima beberapa saat oleh aksi heroik Zen Kagendra yang reflek melompat untuk menyelamatkanya, Kembang Laras kembali kesadaranya dan segera merasakan benjolan pada pahanya.

Dia segera ingat bahwa Zen Kagendra masih telanjang, seorang anak laki – laki telanjang memeluknya di atas batu licin.

Wajah Kembang Laras lebih memerah seperti tomat, karena pahanya benar – benar sangat merasakan benjolan Zen Kagendra.

“Aahhh”, Kembang Laras yang tidak bisa menahan, akhirnya berteriak.

Kembang Laras berteriak sambil mencoba menjauhkan diri dari Zen Kagendra, tapi bagaimana bisa seorang yang tubuhnya di bentuk untuk bertempur, dengan mudah kalah oleh seorang perempuan biasa.

Tapi gerakan Kembang Laras yang tiba – tiba membuat kaki Zen Kagendra goyang, di tambah dia mendarat di atas batu licin, akhirnya mereka jatuh ke sungai bersama – sama.

“Byuuuurr”

Mereka berdua jatuh ke sungai sambil berpelukan, tubuh mereka basah kuyup, wajah Kembang Laras yang masih memerah akhirnya berteriak lagi.

“Kau jahat, jahat, mes-“, sebelum Kembang Laras menyelesaikan kalimatnya, mulutnya sudah di tutup oleh tangan Zen Kagendra.

“Diam, ada suara dari gua”, Zen Kagendra berbicara dengan pelang ke Kembang Laras.

Kembang Laras segera diam dan menahan teriakanya, setelah melihat Kembang Laras diam, Zen Kagendra menarik telapak tanganya yang membungkam mulut Kembang Laras.

Mereka berdua adalah seorang pendekar Alam Prajurit, jadi mereka segera mengirimkan sensor energi jiwanya ke dalam gua yang berjarak beberapa ratus meter dari tempat mereka.


Karena sensor energi jiwa Alam Prajurit setidaknya bisa mencakup radius satu kilometer, apalagi gua yang hanya beberapa ratus meter dari mereka, mereka bisa melihat jelas kejadian apa saja yang berada pada gua.



Sementara itu di dalam gua, ketika sensor energi jiwa Kembang Laras mendeteksi sesuatu pada gua Zen Kagendra, dia segera melihat Rahmah Kusdi yang sedang menindih Kembang Asih.

Rahmah Kusdi bertelanjang di bagian tubuh bawahnya dan masih memakai pakaian pada tubuh bagian atasnya, sedangkan tubuh bagian atas Kembang Asih sudah terbuka lebar mengunkapkan gunung kembar putihnya dan rok yang menutupi tubuh bagian bawahnya sudah acak – acakan, terlihat jelas bahwa tombak Rahmah Kusdi sudah menembus tubuh Kembang Asih.

“Uhhh.. ehhh... uuh.. Kusdi”, rintih Kembang Asih yang mengikuti irama Rahmah Kusdi yang seolah sedang push up, tanganya memeluk erat punggung Rahmah Kusdi dan ada juga beberapa bekas cakaran kuku Kembang Asih di punggung Rahmah Kusdi.

Rahmah Kusdi tak kalah sibuk, tangan kananya menahan tubuhnya yang sedang push up dan tangan kirinya mencengkram erat gunung putih Kembang Asih.

Mereka berdua menikmatinya tanpa menyadari bahwa sedang di awasi oleh Kembang Laras dan Zen Kagendra.



Saat ini di luar gua, tepatnya di tengah sungai, Kembang Laras yang melihat adegan panas Rahmah Kusdi dan Kembang Asih, sangat malu, dia segera menarik energi sensornya dan menoleh ke arah Zen Kagendra, Suara lembutnya sangat halus saat berbicara, “Mereka melakukanya”

Share:

0 komentar:

Post a Comment