Tuesday, April 18, 2017

Defying World Chapter 13


Chapter 13

Bersiap Berpetualangan

Setelah Arya Mayang berlari dan memeluk ayahnya, Zen Kagendra juga berjalan dari muncul di belakang Arya Mayang.

Melihat Zen Kagendra dan Arya Mayang keluar dari gunung dengan selamat, Zen Kuntara yang sebelumnya marah langsung mengubah ekspresinya tersenyum.

“Kagendra, kau membuatku khawatir, apa yang-“

Sebelum menyelesaikan kalimatnya mata Zen Kuntara terbelalak melihat Zen Kagendra.

Merasa ada yang aneh dengan cara Zen Kuntara melihat Zen Kagendra, beberapa orang pengawal dan Arya Prabu juga mulai memperhatikan Zen Kagendra.

Saat melihat Zen Kagendra tak ada yang aneh pada tampilanya, tapi ketika merasakan kultivasinya, mereka tertegun dan langsung tersenyum.

“Tuan Muda Zen, kau sudah pada Alam Prajurit tingkat 1”

“Tuan Muda Zen, kau sudah naik Alam?”

“Tuan Muda Zen, aku tidak salah kan?”

Beberapa pengawal tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya, mereka melemparkan pertanyaan – pertanyaan untuk memastikan bahwa mereka tidak salah.

Mendengar suara – suara pengawal keluarga Zen, Zen Kagendra hanya tersenyum saat menoleh ke arah para pengawal “Sudahlah, jangan terlalu senang, aku hanya beruntung”, dia berhenti sejenak lalu kembali menatap ayahnya “Ayah, simpan rasa senangmu untuk nanti di istana, sebelum itu aku ingin bertanya, kenapa dua puluh pengawal ini berlutut? Apa ayah menghukum mereka?”

Mendengar Zen Kagendra, Zen Kuntara bangun dari rasa senangnya, “Ya, benar, kalau saja kau tidak kembali, mereka akan ku penggal di alun – alun”

Dua puluh pengawal yang sebelumnya mengawal Zen Kagendra dan Arya Mayang, bergetar ngeri.

Tapi Zen Kagendra malah tersenyum, “Ayah, saat aku berpisah dengan mereka, itu karena perintahku dan lagi, jika sesuatu terjadi padaku, jangan pernah salahkan pengawal, kau hanya bisa menyalahkanku karena terlalu lemah”, berhenti berbicara sebentar dia menoleh kepada dua puluh pengawal yang masih berlutut, “dan untuk kalian, sebelumnya aku sudah berjanji bila perjalanan sukses aku akan memberi 500 keping emas per orang, namun karena ada kejadian tak terduga dan membuat kalian di hukum oleh ayah, aku akan menaikkan menjadi 1000 keping emas per orang.”

Setelah berbicara Zen Kagendra mengambil satu kantong emas dari gelang penyimpananya dan melemparkanya pada seorang pengawal terdekat, “ini dua puluh ribu emas, silahkan bagi rata untuk mereka semua”

Melihat kantong emas di depanya, mata dua puluh pengawal cerah.

“Terima kasih tuan muda”

“Tuan muda terlalu baik, aku akan mengabdikan hidupku pada kerajaan Zen”

Suara – suara memuji segera datang dari para murud pengawal, menanggapi ini Zen Kagendra hanya tersenyum, “Berhenti memuji dan berdiri, jadilah kuat dan jaga kerajaan Zen untuk kita semua”

“Ya tuan muda”, dua puluh pengawal yang sebelumnya berlutut segera bangun.

Zen Kagendra memalingkan wajahnya ke Zen Kuntara dan Arya Prabu sambil tersenyum, “Ayah, paman Arya Prabu, saudara perempuan Arya Mayang, ayo kita kembali ke istana”, setelah berbicara tanpa menunggu tanggapan Zen Kuntara, Zen Kagendra sudah melangkah berjalan menuju istana.



Sore hari di halaman Zen Kagendra, Zen Kagendra dan Zen Kuntara sedang membicarakan hal – hal yang terjadi di hutan.

Zen Kagendra tidak berniat menyembunyikan apapun, jadi dia mengatakan semua yang terjadi termasuk membunuh para tuan muda kerajaan Dharma.

“Ingin untuk merampok buah apel perak dari kalian, mereka terlalu merajalela”, Zen Kuntara berhenti sejenak lalu melanjutkan, “Tapi tidak berhenti disana, berencana untuk membalas dendam padamu, padahal terlihat jelas kau sudah cukup berbelas kasihan pada Wi Gupi saat duel waktu itu”, Zen Kuntara berbicara dengan nada geram.

“Ayah aku rasa ini tidak sederhana, melihat Wi Gupi ada disana, aku yakin pertinggi Wi Harja di belakang semua ini, setelah beberapa hari Wi Gupi dan para tuan muda Dharma tidak kembali, dia pasti tahu bahwa mereka mati dan kematian mereka tidak wajar, setelah itu cepat atau lambat mereka akan tahu bahwa aku yang membunuh mereka”, Zen Kagendra dengan wajah tenang menjelaskan.

“Maka dari itu, aku sudah membuat keputusan, aku dan Arya Mayang tidak akan mengikuti Kompetisi Benih, meski mungkin hadiah utamanya bukan sesuatu yang sepele, tapi tetap aku tidak mau bertaruh pada hal seperti itu, aku bukanlah tokoh novel yang na’if yang suka menantang apapun tanpa batasan” Zen Kagendra menjelaskan dengan mamandang Zen Kuntara.

Mendengar penjelasan Zen Kagendra, Zen Kuntara tersenyum dan menjawab, “Aahahah fikiranmu cukup tajam, berlatih di istana juga tidak terlalu buruk untuk kalian berdua”

Zen Kagendra yang mendengarkan tawa ayahnya Zen Kuntara tersenyum dan menggeleng, “Tidak ayah, yang akan berlatih di istana hanya Arya Mayang, aku akan berpetualangan sendiri dan 3 tahun kemudian aku akan mendaftar menjadi murid dalam perguruan Menggebrak Bumi”

“Apaa !!”

Zen Kuntara yang kaget langsung berteriak, suaranya sangat keras dan menggema di halaman.

“Ayah, jangan terkejut berlebihan”

Zen Kagendra yang mendengar suara ayahnya kaget, juga ikut kaget dengan tanggapan ayahnya, Zen Kagendra sudah berpikir, dengan kemampuanya pergi dari kerajaan Zen untuk mengembara bukanlah hal yang menakutkan, apalagi dengan kemampuanya.

“Tapi Zen Kagendra, ini terlalu dini, Aku memang sudah menganstipasi dirimu untuk mengembara tapi kupikir tidak sekarang, saat kau menjadi murid batin perguruan Menggebrak Bumi, kau akan punya waktu berkeliling untuk mengembara”, Zen Kuntara yang cemas dengan niat Zen Kagendra, mencoba menghentikan niat Zen Kagendra.

“Tidak, tiga tahun dari sekarang aku akan mengembara untuk mendapatkan sumberdaya dari alam liar dan lagi aku perlu beberapa wawasan tentang dunia ini”, Zen Kagendra berhenti berbicara sebentar lalu melanjurkan, “Ketika aku menjadi murid batin perguruan, itu berarti aku akan mendapat sumberdaya dari perguruan, dan itu lebih baik dari pada mengembara sekitar”

Zen Kagendra berbicara dengan wajah tersenyum, dia sudah merencanakan setiap langkahnya agar setiap waktu pada hidupnya bermanfaat untuk kenaikan kekuatanya.

“Baiklah, Aku memperbolehkanmu untuk mengembara, kapan kau akan berangkat? Dan kemana kau akan mengembara?”, Zen Kuntara sudah merasa sia-sia untuk menahan anaknya, dia menyadari bahwa seorang naga kecil yang ada di saran sekarang mulai tumbuh dan terbang ke langit.

Mendengar ayahnya Zen Kuntara menyerah tentang menghentikanya, dia tersenyum dan berkata, “Aku hanya akan mengembara di sekitar wilayah kekaisaran Kuswan, aku tidak akan pergi jauh, aku akan berangkat lusa, tapi sebelum itu ada hal yang harus ayah jelaskan padaku”

“Hal? Apa itu?”, Zen Kuntara merasakan firasat buruk tentang hal yang akan di minta Zen Kagendra. Zen Kagendra tersenyum lalu bertanya, “Meski aku acuh pada orang lain, bukan berarti script tentang ibu harus di lupakan, dimana ibuku?”

Share:

0 komentar:

Post a Comment