Tuesday, April 18, 2017

Defying World Chapter 12

Chapter 12

Bersiap Berpetualang


Mulut bibir Arya Mayang terbuka dan membentuk huruf O, dia benar – benar tertegun dengan apa yang baru saja terjadi.

Merasakan ada sesuatu yang tidak beres pada Arya Mayan, Zen Kagendra tersenyum menatapnya. “Hei saudara perempuan Arya Mayang, apa kau terluka?”

“Tidak, tidak”, Arya Mayang cepat menggeleng.

Zen Kagendra kembali tersenyum, “Lalu apa ada sesuatu yang salah?”

“Tidak, tidak”, Arya Mayang cepat menggeleng lagi.

“Lalu kenapa? Kau tersedak?”

Zen Kagendra kembali berbicara padanya dengan tampilan bingung.

“Saudara Zen Kagendra, tiga diantara mereka adalah Alam Prajurit dan salah satunya Alam Dasar puncak, bagaimana kau bisa mengalahkanya? Sekuat apa dirimu?”, Arya Mayang mulai sembuh dari rasa terkejutnya dan berjalan mendekat ke arah Zen Kagendra.

“Sebentar, akan ku jawab itu nanti”

Zen Kagendra tidak menjawab segera, dia mulai berjalan ke empat orang yang sudah mati untuk mengambil senjata dan gelang penyimpanan mereka, setelah beberapa saat mengumpulkan harta, dia mendapatkan dua pisau panjang dan dua pisau pendek, ke empat pisau adalah senjata tingkat perak kelas atas, dia juga memeriksa empat gelang penyimpanan mereka.

Di mulai dari gelang penyimpanan Wi Gupi, dia adalah yang paling lemah, gelang penyimpananya harta tingkat perak yang luasnya hanya 10 meter kubik sama dengan gelang penyimpanan Zen Kagendra dan di dalamnya berisi 12.000 keping emas, empat inti binatang setan Alam Prajurit tahap awal dan beberapa barang pribadi milik Wi Gupi.

Selanjutnya dari gelang penyimpanan Dharma Abhimata, dia adalah yang dibunuh pertama oeh Zen Kagendra, gelang penyimpananya harta tingkat perak juga, di dalamnya berisi 22.000 keping emas, tujuh inti binatang setan Alam Prajurit dan beberapa barang pribadi milik Dharma Abhimata yang salah satu seperti botol kecil berisi cairan, setelah menciumnya sebentar Zen Kagendra segera tahu bahwa itu adalah cairan afrodiak.

Zen Kagendra tersenyum dan menggelengkan kepalanya, dia segera memasukan kembali harta itu ke cincin penyimpananya.

Yang ketiga adalah gelang penyimpanan Dharma Abyas, gelang penyimpananya harta tingkat perak, di dalamnya berisi 28.000 keping emas, sebelas inti binatang setan Alam Prajurit dan beberapa barang pribadi milik Dharma Abyas.

Yang terakhir adalah gelang penyimpanan Dharma Abiyoga, gelangnya juga penyimpanan harta tingkat perak, di dalamnya berisi 39.000 keping emas, empat belas inti binatang setan Alam Prajurit dan beberapa barang pribadi milik Dharma Abhimata.

Dari ke empat gelang penyimpanan, dia menemukan satu tablet kayu murid luar perguruan Menggebrak Bumi dan dua tablet kayu murid dalam perguruan Menggebrak Bumi, tablet murid luar di ambil dari gelangnya Dharma Abhimata dan dua tablet murid dalam dari gelang Dharma Abiyoga dan Abyas.

“Sepertinya aku membunuh tiga orang murid perguruan Menggeberak Bumi”, Zen Kagendra tersenyum dan menggeleng, dia memasukkan semua harta ke dalam gelang penyimpananya, tidak lupa dia juga memungut semua pisau pendek yang sudah dia lemparkan dan memasukkanya ke gelang penyimpananya.

“Panen ke gunung ini cukup lumayan, 91.000 keping emas, empat senjata tingkat perak kelas atas, tiga puluh enam inti binatang setang Alam Prajruti, dan tingkat kultivasiku naik ke Alam Prajurit tingkat 1, lumayan”

Setelah puas dengan panen yang dia dapat, dia berbalik dan berjalan ke arah Arya Mayang berdiri tapi setelah beberapa langkah.

“Ngiiiiiing”, suara dengungan terdengar di kepala Zen Kagendra

Zen Kagendra kaget dan segera duduk bermeditasi, dia mengoperasikan Naga Api Emas, semua energi di seketika tersedot masuk ke tubuh Zen Kagendra. Melihat sirkulasi energi di tubuhnya, Zen Kagendra mengamatinya dengan hati – hati, sebelumnya saat di gua setelah terobosan dia tidak mengamati kemajuan energi dlaam tubuhnya, tapi sekarang dia mengamati bahwa energi emas yang ada di tubuhnya yang sebelumnya merekonstruksi tulang – tulangnya sekarang bekerja menyelimuti jantungnya.

Energi emas yang menyelimuti jantungnya seakan membantu menambah kecepatan peredaran darah pada tubuhnya, dan dia mengkonfirmasi bahwa setiap seranganya sekarang mengeluarkan gaya 4 Ton, dua kali lebih besar dari pada Alam Prajurit tingkat 1 pada umumnya, Zen Kagendra tersenyum dan sangat senang.

Tapi setelah kesenangan beberapa saat, ada kenangan – kenangan yang muncul dalam fikiranya.

“Keterampilan keturunan, teknik Mata Gindra, keterampilan Kidrubiksa, Nandura, Risaksana”, saat bermeditasi Zen Kagendra bergumam tentang kenangan yang masuk ke alam kepalanya.

Mata Gindra, merupakan teknik mata yang merubah mata, mengubah pupil mata menjadi 4 lapisan, sisi luar pupil mata berwarna hitam, lapisan kedua berwarna merah terang, lapisan ke tiga berwarna merah daran, dan tengah pupil mata berwarna hitam kemerahan.

Setelah Mata Gindra aktif, semua pergerakan lawan akan tampak melambat dan memunculkan beberapa kekurangan gerakan, selain itu akan ada tiga keterampilan bela diri yang bisa digunakan, yang pertama adalah Nandura, Nandura merupakan teknik yang memfokuskan membakar obyek yang dilihat dengan api darah. Kedua adalah Risaksana, Risaksana merupakan teknik yang menyerang pikiran, memberi ilusi dan mengendalikan pikiran pendekar bela diri dengan ranah yang lebih rendah atau lengah. Ketiga adalah Kidubriksa, Kidrubiksa merupakan keterampilan yang mengendalikan energi untuk menyelimuti tubuh dan membentuk menyerupai monster bersayap dan berpedang ganda.

Tapi Mata Gindra akan menguras energi jika digunakan pada Tahap Alam Prajurit dan ketiga keterampilan bela diri itu hanya bisa di gunakan setelah mencapai Alam Guru.

“Zen Kagendra, saudara Zen Kagendra”, Arya Mayan memanggil Zen Kagendra dengan panik, saat Zen Kagendra berjalan kearahnya sebelumnya, Zen Kagendra tiba – tiba berkeringat deras dan menampilkan wajah kesakitan. Sekarang Zen Kagendra masih dalam posisi bermeditasi dan berkeringat deras, membuat Arya Mayang khawatir.

Beberapa menit setelah bermeditasi, keringat Zen Kagendra sudah mulai kering, wajahnya sudah mulai kembali normal, dan dia mulai membuka matanya.

“Aku tidak apa-apa, jangan cemas”, Zen Kagendra menatap Arya Mayang dengan tersenyum.

“Syukurlah”, melihat Zen Kagendra tersenyum kearahnya, dia menarik napas lega.

“Oh ya tentang pertanyaanmu tadi akan aku jawab”, Zen Kagendra behnti sejenak lalu melanjutkan, “Mereka berempat yang mati disana, hanya pendekar rendahan, diantara mereka bahkan tidak menggunakan keterampilan bela diri karena terlalu panik”

Dari posisi duduk bermeditasi Zen Kagendra bangun dan mulai melangkah ke arah kerajaan Zen Kagendra, dia melanjutkan berbicara, “Dalam pertarungan, tingkat kultivasi dan keterampilan bela diri bukan segalanya, namun setidaknya mereka adalah 60 % – 65 % penentu kemenangan, lalu yang 30 % - 35 % adalah beberapa hal yang kadang di lupakan oleh pendekar, itu adalah Tekat, Strategi, Insting, Pengalaman, Intuisi, Kelemahan musuh, Meramalkan gerakan musuh, dan beberapa keberuntungan, aku sudah menjelaskan dan jangan tanya apapun karena aku tidak akan menjawab untuk selanjutnya”, berhenti berbicara, Zen Kagendra terus melangkah menuruni gunung

Arya Mayang tertegun, jawaban Zen Kagendra bila dirangkum, akan sama dengan berbicara bertarung dengan otak, kekuatan bukan segalanya.

Melihat Zen Kagendra sudah menjauh darinya, dia segera melangkah menuruni gunung dan menyusulnya.



Pada sore hari, di luar gunung ada dua puluh pengawal yang berlutut di depan Raja Zen Kuntara dan Arya Prabu, jika dilihat dari dekat, para pengawal yang berlutut adalah dua puluh pengawal yang menemani Zen Kagendra dan Arya Mayang memasuki gunung.

Wajah Zen Kuntara merah dan sangat marah, setelah mendengar bahwa dua puluh pengawal yang mengawal Zen Kagendra dan Arya Mayang sudah keluar gunung, dia menerima laporan bahwa Zen Kagendra dan Arya Mayang telah terpisah dari rombongan.

“Jika terjadi sesuatu pada Zen Kagendra dan Arya Mayang, kalian semua akan di eksekusi di alun – alun kerajaan”, Zen Kagendra berteriak meledak – ledak.

“Ampun Raja, maafkan kami”

“Ampun Raja”

Beberapa pengawal memohon belas kasihan untuk nyawanya, ketika mereka senang bahwa mereka bisa bertahan dan selamat dari serangan puluhan monyet api, tapi setelah beberapa saat mereka akan mendapatkan ancaman kematian dari sang Raja.



Sementara itu berjarak beberapa ratus meter dari Zen Kuntara dan Arya Prabu, ada dua sosok anak laki – laki dan perempuan keluar dari gunung, mereka adalah Zen Kagendra dan Arya Mayang.

Melihat ayahnya, Arya Mayang segera berlari dan memanggil ayahnya.

“Ayaaaahh...”, Arya Mayang berlari dari dekat Zen Kagendra menuju ayahnya.

Mendengar suara, Arya Prabu menoleh ke arah suara, setelah mengamati sumber suara, dia menyadari bahwa yang bersuara adalah Arya Mayang, ekspresi wajahnya berubah riang dan berlari ke arah Arya Mayang.

Setelah beberapa saat Arya Mayang berlari, dia tiba di depan Arya Prabu dan memeluknya.
 
 
 
Share:

0 komentar:

Post a Comment